![]() |
Tentu saja itu terlalu sederhana. Kenapa terlalu
sederhana? Alasannya adalah karena dua hubungan yang terjadi antara pikiran
anda dengan buku tersebut, bukan hanya satu. Kedua hubungan ini digambarkan
oleh dua pengalaman berbeda yang mungkin anda dapatkan saat membaca buku.
Buku di satu pihak; dan pikiran anda di pihak lain. Saat
anda membaca halaman demi halaman, anda bisa memahami secara sempurna yang
ingin dikatakan si penulis, atau anda tidak memahaminya sama sekali. Jika anda
memahaminya, anda mungkin memperoleh informasi, tapi pemahaman anda bisa saja
tidak meningkat. Jika buku itu sepenuhnya anda pahami, mulai dari awal sampai
akhir. Maka si penulis dan anda ibarat dua pikiran di dalam satu cetakan.
Simbol-simbol di atas itu hanyalah mengungkapkan kesamaan pemahaman yang anda
berdua miliki sebelum anda berdua bertemu.
Mari kita bahas alternatif kedua. Anda tidak memahami
buku ini secara sempurna. Bahkan, mari kita beranggapan−sesuatu yang tidak
menyenangkan tidak selamanya benar−bahwa anda cukup sadar bahwa anda samasekali
tidak memahaminya. Anda menyadari bahwa buku itu mengatakan lebih banyak dari
yang bisa anda pahami dan dengan demikian, dia berisi sesuatu yang dapat
meningkatkan pemahaman anda.
Apa yang anda lakukan kemudian? Anda bisa membawa buku
itu kepada seseorang yang, menurut anda, dapat membaca secara lebih baik dari
anda, dan memintanya menjelaskan bagian-bagian yang sulit kepada anda. (“Dia”
bisa seorang yang masih hidup atau sebuah buku lain−sebuah buku komentar atau
sebuah buku teks). Atau, anda bisa memutuskan bahwa apa yang ada di dalam
kepala anda tidak layak dipikirkan, bahwa anda cukup memahami. Apa pun yang
terjadi, anda tidak melakukan tugas membaca seperti yang diinginkan oleh buku
itu.
Itu hanya dilakukan dengan satu cara. Tanpa bantuan
apapun selain kemampuan pikiran kita sendiri, anda mengoperasikan simbol-simbol
di hadapan anda sedemikian rupa sehingga anda secara bertahap mengangkat diri
anda dari sebuah kondisi kurang memahami ke kondisi lebih memahami. Peningkatan
tersebut, yang dicapai oleh otak yang mencerna sebuah buku, adalah membaca
dengan keahlian tingkat tinggi, sejenis aktfitas membaca yang layak diperoleh
sebuah buku yang menantang pemahaman anda.
Jadi, secara kasar kita bisa mendefinisikan apa yang
dimaksud dengan seni membaca sebagai berikut: sebuah proses, dimana pikiran,
yang tidak mengoperasikan apa pun selain simbol-simbol pada naskah yang bisa
dibaca, dan tanpa bantuan dari luar, meningkatkan dirinya sendiri dengan
kekuatan-kekuatan operasionalnya sendiri. Pikiran tersebut beralih dari posisi
kurang memahami menjadi lebih memahami. Operasi-operasi terlatih yang memicu
kejadian ini adalah aksi-aksi yang disebut seni membaca.
Meningkat dari posisi kurang memahami menjadi lebih
memahami melalui upaya-upaya intelektual anda sendiri, yaitu dengan membaca,
mirip dengan melepaskan kaki anda sendiri dari tali-tali sepatu boot. Rasanya
memang seperti itu. Itu adalah sebuah upaya yang penting. Jelas, itu adalah
jenis kegiatan membaca yang lebih aktif dari yang pernah anda lakukan
sebelumnya, melibatkan tidak hanya beragam aksi, tapi juga lebih banyak
keahlian dalam melakukan aksi-aksi yang dibutuhkan. Selain itu, dapat dipahami,
bahwa naskah-naskah yang biasanya dianggap lebih sulit untuk dibaca, dan
karenanya hanya untuk para pembaca yang lebih baik, adalah tulisan-tulisan yang
mungkin lebih layak dan menuntut model membaca seperti ini.
Perbedaan antara membaca untuk menambah informasi dengan
membaca untuk menambah pemahaman adalah lebih dari ini. Mari kita coba menjelaskan
lebih jauh tentang hal ini. Kita harus mempertimbangkan kedua tujuan membaca
tersebut karena garus pemisah antara apa yang dibaca dengan cara ini dan apa
yang harus dibaca dengan cara itu kerap masih kabur. Selama kira dapat
membedakan kedua tujuan membaca ini, kita dapat menggunakan kata “membaca”
dalam dua arti yang berbeda.
Membaca yang pertama adalah yang membuat kita berkomunikasi dengan diri kita
sendiri, seperti membaca koran, majalah, atau membaca tulisan lain yang sesuai
dengan keeahlian dan bakat kita, yang langsung bisa kita pahami. Hal-hal
seperti itu mungkin meningkatkan simpanan informasi kita, tapi tidak dapat
meningkatkan pemahaman kita, karena pemahaman kita masih seperti sebelum kita
mulai membaca itu. Jika tidak, maka kita akan terkejut dengan kebingungan dan
ketidak-pahaman yang muncul−tentunya, jika kita benar-benar menyimak sekaligus
jujur.
Membaca yang kedua adalah membaca yang memicu semacam perasaan bahwa ada
sesuatu yang pada awalnya tidak sepenuhnya dipahami. Dalam hal ini, tulisan
yang akan dibaca pada dasarnya lebih baik atau lebih tinggi dari si pembaca. Si
penulis mengomunikasikan sesuatu yang dapat meningkatkan pemahaman si pembaca.
Komunikasi di antara dua orang yang tidak setara seperti itu seharusnya bisa
terjadi, jika tidak, sesorang tidak akan pernah bisa belajar dari orang lain,
baik secara lisan maupun tulisan. Yang dimaksud dengan ‘belajar’ dalam hal ini
adalah memahami lebih banyak, bukan mengingat lebih banyak informasi
yang tingkat keterpahamannya (intelligibillity) sama dengan informasi
lain yang sudah anda miliki.
Jelas, tidak ada semacam kesulitan intelektual dalam
memperoleh informasi baru memalui membaca jika fakta-fakta baru tersebut serupa
dengan jenis informasi yang sudah anda miliki. Seseorang yang mengetahui
sejumlah fakta tentang Amerika dan memahaminya dengan cara tertentu, dapat
langsung memperoleh banyak fakta serupa dengan cara yang sama. Namun, misalkan
dia sedang membaca buku sejarah yang tidak hanya menawarkan beberapa fakta,
tapi juka memberinya sudut pandang yang baru dan lebih jelas tentang semua
fakta yang dia miliki. Misalkan disini tersedia pemahaman yang lebih besar
dari yang dia miliki sebelum dia mulai membaca. Jika dia mampu memperoleh
pemahaman yang lebih besar seperti itu, maka dia membaca dalam arti yang kedua.
Dia benar-benar meningkatkan dirinya melalui aktivitasnya, meskipun si penulis
yang memiliki sesuatu untuk mengjarinya.
Apakah kondisi-kondisi yang dibutuhkan
agar aktiviatas membaca seperti ini−yaitu membaca untuk memahami−terjadi? Ada dua kondisi. Pertama, ada ketidak-setaraan
awal dalam pemahaman. Si penulis harus lebih ‘superior’ dari si pembaca
dalam hal pemahaman, dan bukunya harus mengungkapkan, dalam bentuk yang bisa
dibaca, pemahaman-pemahaman yang dia miliki dan yang tidak dimiliki oleh
calon-calon pembaca. Kedua, si pembaca harus mampu mengatasi
ketidak-setaraan ini pada tingkatan tertent, barangkali jarang secara
penuh, tapi selalu mendekati kesetaraan dengan si penulis. Jila kesetaraan itu
diraih, kejelasan dalam berkomunikasi tercapai.
Dengan kata lain, kita hanya bisa belajar dari
‘orang-orang yang lebih baik’ dari kita. Kita harus mengetahui siapa mereka dan
bagaimana belajar dari mereka. Orang yang memiliki pengetahuan semacam itu
menguasai seni membaca yang merupakan topik utama kita di dalam buku ini. Semua
orang yang dapat membaca mungkin memiliki sejumlah kemampuan untuk membaca dengan
cara ini. Namun, kita semua, tanpa kecuali, dapat membaca lebih baik dan secara
bertahap memperoleh lebih banyak dengan berupaya, dengan membaca
bacaan-bacaan yang lebih bermutu.
Kami tidak ingin memberikan kesan bahwa membedakan antara
fakta-fakta yang membawa kita pada lebih banyak informasi, dan wawasan yang
membawa kita pada pemahaman yang meningkat, adalah pekerjaan rumah. Dan kami
harus mengakui bahwa kadang-kadang, sebuah pemaparan fakta-fakta saja dapat
membawa kita kepada pemahaman yang lebih tinggi. Yang ingin kami tegaskan di
sini adalah bahwa buku ini membahas seni membaca yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman. Untungnya, jika anda belajar melakukan itu, anda pun
akan mampu membaca untuk memperoleh informasi.
Tentu saja, masih ada tujun lain dari membaca, selain
untuk memperoleh informasi dan pemahaman, yaitu untuk kesenangan. Akan tetapi,
buku ini tidak akan terlalu banyak membahas tentang membaca untuk kesenangan.
Membaca untuk kesenangan adalah bentuk membaca yang paling tidak menuntut, dan
dengan upaya yang paling sedikit. Selain itu, tidak ada aturan-aturan yang
terkait dengan itu. Setiap orang yang tahu cara membaca, bisa membaca untuk
kesenangan jika dia menginginkannya.
Kenyataannya, setiap buku yang dapat dibaca untuk
dipahami atau untuk informasi, juga dapat dibaca untuk kesenangan, seperti juga
sebuah buku yang dapat meningkatkan pemahaman kita dapat juga dibaca hanya
untuk memperoleh informasi dari dalamnya. (Logika ini tidak dapat di balik: tidak
semua buku yang dapat dibaca untuk kesenangan juga dapat dibaca untuk
meningkatkan pemahaman). Kami juga tidak melarang anda unruk membaca sebuah
buku yang baik sekedar untuk bersenang-senang. Yang kami maksudkan adalah, jika
anda ingin membaca sebuah buku yang baik untuk pemahaman, kami percaya bahwa
kami bisa membantu anda. Dengan demikian, subyek kami adalah seni membaca
buku-buku yang baik, jika sasaran anda adalah membaca untuk pemahaman.
-
Disalin dari bab pertama buku “How to Read a Book”,
terbitan Nuansa Cendekia tahun 2015.

Comments
Post a Comment